Notes from Sempu

Berawal dari iseng-iseng ikut lomba karya tulis ilmiah (LKTI) di Universitas Brawijaya, cerita ini dimulai. Misi utama kami memang untuk membumikan Renewable Energy di bumi Ongis Nade, daan alhamdulillah dapat juara dan bisa jadi modal kami berpetualang ke Pulau Sempu. Sedikit cerita, hehehe, karya tulis kami berjudul “PELITA (Pembangkit Listrik Tenaga Limbah Tahu), Inovasi untuk Mewujudkan Eco-Industri Tahu di Desa Kalitengah, Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen”, intinya kami mencoba memberikan solusi terhadap pemanfaatan limbah tahu di desa Kalitengah yang awalnya langsung di buang ke Sungai Kalitengah, diolah dulu menjadi biogas lalu kemudian dikonversi menjadi listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga  dan  penerangan jalan umum (PJU) di kawasan industri tahu desa tersebut.

Setelah 3 hari full mengikuti serangkaian kegiatan SGM (Scientific Great Moment) 5, dari  tanggal 23-25 Mei 2014, akhirnya diumumkan juga, lumayan lah hadiahnya bisa buat modal ke Sempu, nraktir anak-anak asrama, dan bisa jadi pembelaan ke ustaz gara-gara ijinnya dadakan dan kelewatan batas. Upps, afwan ya ustaz. Satu hal yang mestinya menjadi pembelajaran buat kita semua, kayak quotes yang disampaikan pas seminar SGM 5 kemaren,

“Success is journey, not a destination. The real champion is not just winning the competition but everyone who can stand up for every failure”

Tetep semangat teman-teman 😀

juara sgm 5

Well, Minggu sore, 25 Mei 2014, kami bahas sambil makan malem di kantin UB siapa saja yang jadinya mau ikut. Ada saya, Mas Jacki, Mbak Atik, Mbak Eka, Mutia, Syifa, dan mas Nafiz. Sebenarnya ada juga Dwi yang awalnya semangat banget bantuin nyari perkap  buat ngecamp tapi akhirnya PHP ga jadi ikut, ada Rahmat, yang udah mau ngasih tumpangan buat kami di kontrakannya juga Sidiq, yang udah mau bela-belain ngeprintin poster buat penunjang presentasi kami sewaktu lomba, ga jadi ikut juga karena masih sibuk dengan tugas-tugas dan agenda di kampus.

Sesuai rencana harusnya kami kumpul di SC (Student Center) pukul  9, tapi akhirnya baru siap berangkat pukul 11.30. Perjalanan dari Malang ke Pantai Sendang Biru kami tempuh kurang lebih selama 2,5 jam dengan motor. Untuk menuju Pulau Sempu kami harus menyebrang dulu menggunakan perahu selama 10 menit dari Pantai Sendang Biru. Tujuan kami adalah ngecamp di bibir pantai di Segoro Anakan. Sejujurnya Pulau Sempu bukan objek wisata, melainkan  pulau yang termasuk sebagai cagar alam yang dilindungi dan berada di bawah kementrian perhutanan. Hanya orang-orang tertentu dengan tujuan penelitian maupun ekspedisi resmi yang diijinkan untuk masuk ke area Pulau Sempu. Tapiii, atas “kelonggaran” yang diberikan oleh petugas polisi hutan setempat, banyak wisatawan yang diijinkan masuk ke Pulau Sempu, asalkan didampingi oleh pemandu atau guide untuk memastikan wisatawan tidak tersesat dan tidak merusak alam pulau Sempu. Kelonggaran dan jasa guide tersebut biasanya berkisar 50.000 hingga 150.000, tergantung pintar-pintar dalam menawarnya, hehehe. Sedangkan biaya untuk penyebrangan perahu berkisar 100.000 dengan  kapasitas muatan sekitar 10 orang.

Kami mulai menyebrang  dari Pantai Sendang Biru sehabis sholat ashar, sekitar pukul 15.30 dan berhasil mendarat di Pulau Sempu sekitar 15 menit kemudian. “Temen-temen, mulai dari sini perjalanan di mulai dengan melangkah, di depan kita ada hutan belantara yang entah kita belum tau apa yang akan terjadi, mimpi kita sekarang adalah kita bisa selamat bersama-sama sampai ke segara anakan. Setelah ini yang kita perlu cuma,…

–          Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya

–          Tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya

–          Mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya

–          Leher yang akan lebih sering melihat ke atas

–          Lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja

–          Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya

–          Serta mulut yang akan selalu berdoa”

5 cm banget yak, hehehe.

Benar memang, hutan di pulau Sempu ini masih alami, pohon besar masih tumbuh lebat sejauh mata memandang, kerasa banget suasana sunyi dan sepinya. Tapi, satu hal yang sangat disayangkan adalah banyak sampah-sampah plastik yang terkadang bertebaran akibat ulah para adventurer yang tidak bertanggung jawab untuk membawa keluar lagi sampahnya dari Pulau Sempu. Finally, “Teman-teman, Lo semua dapet salam dari Indonesia, Welcome to Segoro Anakan :D”

segoro anakan

 

Segoro Anakan

Hari sudah mulai gelap, kira-kira udah masuk waktu maghrib. Kami bersama-sama mendirikan tenda, 1 tenda untuk yang perempuan dan 1 tenda lagi untuk yang laki-laki. Saat kami sampai di Segoro Anakan kira-kira sudah ada puluhan tenda yang telah berdiri sebelumnya. Tenda kami pun sudah berdiri, kami sholat maghrib n isya dulu ya. Selain  deburan ombak  tenang terdengar, ada satu hal lagi yang membuat suasana di Segoro Anakan malam ini begitu spesial, milyaran bintang di atas langit Pulau Sempu siap menemani aktivitas dan obrolan-obrolan kami malam ini. Sesekali kami juga beruntung bisa melihat adanya hujan meteor. Pokoknya perfect deh suasananya, undescribable moment,  mungkin jadinya terlalu normatif kalau aku mendeskripsikannya dengan kata-kata. Suatu saat nanti kamu harus ke sini ya :D.

Untuk makan malam ini, sebenarnya kami sudah merencanakan matang-matang saat rapat di kantin UB untuk masak nasi, sayur sop, dan tempe goreng. Tapiii, sayuran untuk bahan sop, bumbu-bumbu, dan tempe nya ketinggalan di Pantai Sendang Biru. Sepanjang perjalanan di hutan sampai sebelum masak, di mana sekarang barang-barang itu tertinggal dan siapa yang tadi ninggalin jadi perdebatan yang selalu diungkit-ungkit. Huhuhu, sedih kalau mengingatnya L. Untungnya, Mbak Ika dan Syifa tadi sebelum berangkat menyebrang, beli ikan tuna, lumayan lah 1,5 kg cuma sekitar 22 ribu. Jadninya makan malam kali ini pake nasi, sayur bening yang isinya cuma buncis dan wortel dengan bumbu yang juga cuma garam bikinannya Mbak Atik dan Mutia, rempeyek, pilus, dan ikan tuna goreng.

Di sela-sela kami sedang asyik memasak, Bapak yang jadi guide turis dari Jerman yang tendanya bersebelahan dengan tenda kami ikut bergabung. Untuk urusan masak memasak, Bapak ini aku rasa jauh lebih jago dari kami semua, even Mbak Atik, Mbak Eka, dan Mutia, upsss, pisss ya :D. Bapak ini aktif memberikan saran saat kami memasak, terlebih saat menggoreng ikan tuna yang sudah kami bersihkan dan kami cincang-cincang menjadi potongan kecil-kecil. Si Bapak tau benar kapan bagaimana teknik memasak ikan tuna ini, kapan harus membaliknya, dan kapan ikan tuna ini matang. Kehadiran si Bapak ini turut mencairkan suasana diantara kami dengan begitu banyak cerita pengalaman hidupnya selama ini dan si Bapak sekaligus menjadi moderator perbincangan “seru” dan tak terduga diantara kami hingga larut malam menjelang pagi.

Dari hasil obrolan awal, kami jadi tau si Bapak ini memiliki nama Sony, aku tebak umurnya sekitar 40 tahunan, beliau berkaca mata, dan tubuhnya kekar. Dan, ternyata beliau adalah asli orang Kepulauan Sangihe, atau Sangir-Talaud beliau menyebutnya, Provinsi Sulawesi Utara, tempat di mana bulan Juli-September besok aku bakal KKN (Kuliah Kerja Nyata). Beliau berasal dari marga Makakunas, anak ke-9 dari 9 bersaudara. Pertanyaannya adalah bagaimana ceritanya beliau yang aslinya nun jauh di salah satu pulau terluar Indonesia sana kemudian bisa menjadi salah satu guide di Pulau Sempu ini ?

Singkat cerita, Pak Sony ini pernah bekerja di Ibu kota, nah disanalah beliau dipertemukan  dengan istrinya yang sekarang, namanya Dian asli dari Jember. Berbagai profesi telah digeluti Pak Sony sebelumnya, dari mulai buruh di Filiphina dan Taiwan, mengajar di sekolah swasta, mengajar musik (salah satu  keahlian orang Sangir-Talaud adalah menyanyi dan memainkan musik). Mayoritas penduduk Sangir-Talaud adalah kristiani, begitupun Pak Sony dulu, tapi semenjak kenal dengan Dian akhirnya beliau masuk islam sampai sekarang. Saat ini mereka telah dikaruniai satu anak laki-laki, namanya Rey, baru saja masuk SD dan Dian sekarang  juga sedang mengandung anak ke dau mereka, yang oleh  pak Sony harapkan anak ke dua mereka adalah perempuan, sejelita Dian.

Lika-liku perjalanan cinta Pak Sony dengan istrinya kalau dibuat novel aku yakin bakal laris dan banyak menginspirasi orang, sayangnya terlalu normatif juga kalau aku yang mendeskrpsikannya. Mulai dari keluarga Dian yang tidak setuju dengan hubungan mereka, pun setelah mereka resmi menikah. Salah satu kejadian tragis yang menimpa Pak Sony, beliau pernah disantet dan mengalami kejadian-kejadian aneh (mungkin oleh pihak keluarga Dian), dan dipisahkan dengan Dian dan Rey selama hampir 3 tahun lamanya. Prinsip yang selalu dipegang oleh Pak Sony  selama berkelana dan berada pada lingkungan yang baru adalah, “Kalau kamu ingin dihormati orang, maka hormatilah orang lain, taati adat dan budaya setempat, dan balaslah dengan kebaikan orang-orang yang berbuat jahat kepadamu”. Berkat kesabaran dan keyakinan pak Sony, beliau percaya  bahwa cinta nya pada Dian dan Rey akan berbuah indah pada waktunya. Berkat kerja keras beliau, Pak Sony telah mampu merenovasi rumah dan  memberangkatkan haji mertuanya.

Kami semua ikut larut dan asyik mendengarkan kisah hidup Pak Sony, sambil sesekali kami juga menanyakan berbagai hal dan belajar dari pengalaman hidup beliau.

“Apa itu cinta ?” it’s about feeling, sama halnya dengan benci, senang, dan sedih. Tapi jangan kau sempitkan definisi cinta, karena cinta itu melingkupi setiap aspek kehidupan kita dengan dengan orang tua, keluarga, teman, guru, dan semua orang. Bangunlah cintamu pada semua orang dan yakinlah semua akan indah pada waktunya.

“Apa itu jodoh ?” Jawabannya simpel saja, SALING MELENGKAPI.

“Bagaimana kita bisa dipertemukan dengan jodoh kita ?” Kita harus memahami apa itu DOA. Dikabulkan Oleh Allah.

Cucok banget deh obrolan kami sampai larut pagi dengan quotes Bang Tere ini,

“Cinta sejati selalu datang pada saat yang tepat, waktu yang tepat, dan tempat yang tepat. Ia tidak pernah tersesat sepanjang kalian memiliki sesuatu. Apa sesuatu itu? Tentu saja bukan GPS, alat pelacak, dan sebagainya, sesuatu itu adalah pemahaman yang baik bagaimana mengendalikan perasaan.”

Obrolan-obrolan kami dengan pak Sony sesekali juga diiringi dengan lagu yang diputar dari HP mas Jacki, dan ternyata pak Sony salah satu fans dari Kla Project.

Backsound : Menjemput Impian, Tak Bisa ke Lain Hati, dan Tentang Kita by Kla Project.

tf di sempu

foto bareng di sempu

6 responses to “Notes from Sempu

  1. Mengasikkan juga perjalanan ke Sempu, apalagi bisa berbagi cerita dg P Soni, semangat buat mas didit dan teman – teman

Leave a comment