Belajar Mengabdi di Pulau Perbatasan : KKN PPM UGM Kabupaten Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara

Berpetualanglah sejauh mata memandang
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang
Bergurulah sejauh alam terkembang

Serangkaian bait karya novelis Ahmad Fuadi tadi turut andil memotivasi saya untuk memilih KKN PPM (Kuliah Kerja Nyata, Pembelajaran Pengabdian Masyarakat) di luar jawa. Begitupun kata penulis buku Meraba Indonesia karya Ahmad Yunus, “Indonesia bukan hanya Jawa”. Singkat cerita, setelah teman-teman pengusul memulai perjuangan dari 6 bulan sebelum pelaksanaan KKN, secercah harapan silih berganti muncul memuluskan langkah kami untuk KKN di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Alhamdulillah kami bisa mendapatkan dana hibah dari DIKTI, BOPTN, dan beberapa partner/mitra seperti LSM Kehati (Keanekaragaman Hayati). Selain itu, KKN PPM ini juga merupakan hasil inisiasi kerjasama antara Universitas Gadjah Mada melalui Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe yang telah dituangkan dalam bentuk MoU antara UGM dengan pemerintah daerah setempat. Adapun tema KKN yang diangkat adalah “Pemberdayaan Masyarakat Pulau Kecil dan Pulau Terluar Melalui Pengembangan Potensi Sumberdaya Alam Kawasan Perbatasan dan Pendidikan Budaya Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara”.
Pulau-Sangihe
Selamat Datang di Sangihe
Setelah mengalami beberapa kali perubahan, sampailah pada keputusan pemda setempat bahwa KKN kami ditempatkan di 4 kampung pada 3 kecamatan yang berbeda, yaitu kampung Hiung di kecamatan Manganitu, kampung Dagho di kecamatan Tamako, Kampung/Pulau Batunderang serta Kampung/Pulau Bebalang di kecamatan Manganitu Selatan. Saya tergabung pada subunit yang ditempatkan di Kampung Dagho, kecamatan Tamako, berjarak sekitar 1,5 – 2 jam perjalanan dengan menggunakan angkutan dari ibukota Tahuna.
Perjalanan menuju tempat KKN, merupakan perjalanan terpanjang seumur hidup saya saat ini. Kami berangkat dari Jogja menuju Surabaya dengan menggunakan bus charteran, dilanjutkan dengan naik pesawat komersil dari bandara Juanda Sidoarjo menuju bandara Sam Ratulangi Manado. Setelah itu kami menuju pelabuhan Manado dengan menggunakan bus charteran yang lain, kemudian sore harinya naik kapal penumpang menuju pelabuhan Tahuna di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Perjalanan belum berakhir, setelah disambut dan diterima oleh pemda setempat, kami masih harus menuju kampung-kampung tempat KKN kami masing-masing. Kampung Dagho sendiri berjarak sekitar 50 km dari kota Tahuna dengan menempuh waktu perjalanan selama 2 jam dikarenakan medan yang berkelok-kelok melintasi perbukitan.

KAMPUNG DAGHO
Rukun di Tengah Keberagaman
Kampung Dagho secara geografis terletak di daerah perbukitan dan lautan. Daerah perbukitannya dipadati oleh tanaman-tanaman perkebunan seperti sagu, kelapa, cengkeh, dan pala. Sedangkan daerah lautnya memiliki kawasan hutan bakau yang masih terjaga serta memiliki pelabuhan perikanan pantai yang menjadi pusat distribusi hasil tangkapan ikan bagi kampung-kampung maupun pulau-pulau kecil di sekitarnya.Secara historis, kampung Dagho merupakan kampung tertua di kabupaten Kepulauan Sangihe dan telah mengalami beberapa kali pemekaran wilayah. Saat ini kampung Dagho terdiri dari 6 dusun (lindongan) dan dipimpin oleh seorang kepala desa yang disebut kapita laung. Adapun penduduk kampung Dagho sendiri kebanyakan berprofesi sebagai nelayan sekaligus berkebun secara silih berganti tergantung musim dan cuaca. Penduduk kampung Dagho seratus persen beragama kristen dan memiliki 8 buah jemaat gereja yang tersebar di 6 lindongan.
Subunit kami terdiri dari 8 mahasiswa dan menempati rumah salah satu penduduk di Lindongan 1. Pondokan kami sebelumnya hanya ditempati oleh 2 orang perempuan paruh baya, yaitu Oma Femmy, yang kebetulan baru saja keluar dari rumah sakit karena penyakit diabetes dan pembantunya yaitu Tante Yaya. Hari pertama di tempat KKN kami isi dengan perkenalan dengan tuan rumah dan berkunjung ke beberapa perangkat kampung seperti kapita laung, sekretaris desa, kaur pembangunan, dan ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) yang sekaligus sebagai ketua jemaat Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud (GMIST) Bethel Dagho untuk memohon ijin melaksanakan program KKN PPM. Keesokan harinya, Minggu 14 Juli 2014, kami diundang ke gereja untuk berkenalan dengan warga serta menjelaskan maksud kegiatan KKN PPM di Kampung Dagho. Pengalaman menyaksikan rangkaian ibadah umat kristen serta berkenalan di hadapan jemaat gereja merupakan pengalaman baru bagi kami yang beragama islam yang kebetulan pada saat itu masih melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Suasana kerukunan dan toleransi begitu terasa sesaat setelah rangkaian ibadah dan perkenalan selesai, hampir seluruh jemaat menyambut kami dengan senyuman serta menyalami kami satu persatu.
Awal kedatangan kami di kampung Dagho, kami sempat merasa cemas karena beberapa perbedaan seperti agama, budaya, dan lingkungan. Ditambah lagi ada banyak sekali anjing yang bebas berkeliaran di jalan dan halaman rumah membuat beberapa diantara kami, termasuk saya, was-was ketika sedang bepergian atau survey ke lindongan-lindongan. Setelah cukup lama beradaptasi, rasa was-was itu perlahan-lahan mulai hilang. Perlakuan warga kepada kami pun begitu baik, sampai-sampai beberapa warga yang mengetahui kami sedang melaksanakan ibadah puasa, mengirim makanan dan buah-buahan untuk buka puasa kami. Minggu pertama di Kampung Dagho kami gunakan untuk beradaptasi dengan warga, melakukan survey-survey ke 6 lindongan yang ada, mengidentifikasi berbagai permasalahan yang ada dan merumuskan beberapa prioritas permasalahan yang akan diintegrasikan dengan program KKN PPM.
Menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk melaksanakan KKN di pulau terluar yang berbatasan dengan Filipina. Fasilitas jaringan komunikasi masih minim, menjadi kelompok minoritas,terlebih lagi merayakan lebaran di tanah rantau jauh dari keluarga. Rasa sepi itupun sirna. Sebuah kejuatan yang tidak pernah kami pikirkan sebelumnya, H+2 lebaran, warga di kampung Hiung (salah satu kampung di subunit kami) berinisiatif mengadakan perayaan idul fitri bersama mahasiswa KKN. Nuansa kekeluargaan begitu terasa, masing-masing rumah secara swadaya mengirimkan masakannya yang beraneka rupa dan rasa, semua warga dari anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu, kakek nenek, semua turun ke Balai Kampung ikut meramaikan acara tersebut. Dan salah satu hal yang kedengarannya aneh tapi nyata, warga meminta ada sesi tausyiah dan doa bersama secara islam. Kebetulan waktu itu teman-teman menunjuk saya untuk mewakili sesi tersebut. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan juga adalah di hadapan seluruh warga kampung yang notabene semua beragama kristen, saya menyampaikan kenapa orang islam berpuasa, hikmah dari ibadah puasa, serta makna idul filtri bagi umat islam. Setelah berdoa acara dilanjutukan dengan makan malam bersama lalu ditutup dengan hiburan ampat wayer hingga larut malam. Ampat wayer merupakan kesinian tradisional khas sangir berupa gerakan tari beramai-ramai membentuk lingkaran, dipimpin oleh seorang instruktur, dan diiringi oleh alat musik tradisional atau bisa juga organ.
Belajar Memberdayakan Masyarakat
Kunci sukses dari KKN PPM bukan dilihat dari berapa banyak pembangunan fisik yang dilakukan oleh mahasiswa, akan tetapi ketika warga sadar bahwa mereka memiliki kekurangan kekurangan yang harus diperbaiki, mereka memiliki potensi-potensi yang harus dikembangkan lebih lanjut, lalu kemudian diimplementasikan secara nyata melalui kerja gotong-royong yang melibatkan segenap elemen masyarakat itu sendiri. Tugas mahasiswa hanya sebagai pemantik dan menjadi rekan kerja yang baik dan solutif.
Dalam subunit kami, metode kerja yang kami gunakan adalah semua program yang dikerjakan merupakan kesepakatan bersama antara mahasiswa dan warga kampung yang diwakili oleh perangkat kampung dan tokoh masyarakat saat rapat sosialisasi program KKN. Ada 17 program yang berhasil dilaksanakan dengan partisipasi aktif warga, yang meliputi klaster sainstek berupa perbaikan jalan aspal di perbatasan desa Dagho dengan Kalama, pembangunan tapal batas dan tugu selamat datang antara desa Dagho dengan Kalama, Pembuatan papan nama pemeliharaan hutan mangrove, penerangan jalan di Lindongan 4 dan 6, pembuatan bak penampung air di mata air makawembuang lindongan 4, pemasangan saluran pipa PVC untuk bak mata air, dan pembinaan kelestarian lingkungan melalui pengelolaan sampah rumah tangga dan pasar. Sedangkan program klaster agro terdiri dari pembinaan teknis pembuatan pupuk kompos dari hasil limbah perkebunan, pembinaan teknis pengolahan/penanganan pasca panen tanaman perkebunan yang difokuskan melalui pembuatan selai daging pala, diversifikasi pangan yang berfokus pada makanan olahan dari tepung sagu, perencanan perikanan serta desain silvofishery (integrasi perikanan laut dengan hutan mangrove), penanamn mangrove, dan penyuluhan kehutanan yang difokuskan pada biodiversitas hutan mangrove. Adapun program yang dilaksanakan kluster sosial humaniora berupa mengajar bahasa inggris untuk anak SD, inventarisasi budaya daerah, pembuatan peta desa, dan pembinaan partisipasi sosial masyarakat melalui peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke 69.
Agar memudahkan pelaksanaan program dan koordinasi dengan warga, masing-masing dari kami mendapat jatah untuk menjadi PJ beberapa program. Walu demikian, bukan berarti masing-masing berlepas tangan dari program yang tidak dia PJ-kan, semua saling membantu satu sama lain. Kebetulan, saya menjadi PJ untuk program penerangan jalan, pembinaan kelestarian lingkungan, dan pembinaan teknis pembuatan pupuk kompos dari limbah hasil perkebunan.

ABIS SOSIALISASI
English v.s Bahasa Sangir
“Salah satu trik untuk bisa masuk ke masyarakat, kamu dekati dulu anak-anaknya” begitu saran yang disampaikan oleh kakak tingkat saya yang tahun lalu KKN di Papua. Well, waktu itu masih dalam suasana puasa ramadhan, saya beserta teman saya dari Arkeologi 2011, Amri,setiap sore menyempatkan diri untuk bergabung bermain bola dengan anak-anak dan remaja kampung di lapangan yang terletak tidak jauh dari pondokan kami. Suasana mulai cair dan sepertinya anak-anak pun merasa nyaman dengan kedatangan kami. Singkat cerita, kami saling berkenalan lebih jauh dan mengirim salam buat orangtua mereka bahwa ada mahasiswa KKN dari jawa, dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Berawal dari main bola tadi, anak-anak tersebut mengajak teman-temannya lebih banyak lagi dan setiap hari mereka berbondong-bondong sehabis pulang sekolah sampai malam memadati pondokan kami. Dari situlah muncul salah satu program yang kami usulkan yaitu mengajar bahasa inggris untuk siswa-siswa SD. Di Kampung Dagho terdapat 2 SD, yaitu SD GMIST milik yayasan gereja dan SD Negeri Inpres. Mengingat potensi pariwisata alam maupun budaya yang cukup menjanjikan baik untuk turis domestik maupun mancanegara, kami pikir tidak ada salahnya mengajari mereka bahasa inggris sedari SD. Program mengajar bahasa inggris ini diikuti oleh siswa kelas IV s.d kelas VI dari kedua SD. Program mengajar dilaksanakan dari pukul 19.00 s.d 20.30 WITA bertempat di SD GMIST selama 4 kali dalam seminggu. Ada sekitar 30 anak yang rutin mengikuti program ini. Selama program ini berjalan paling tidak anak-anak telah fasih melafalkan huruf alfabet dalam bahasa inggris, mengetahui nama-nama benda di kelas mereka, mengetahui nama-nama hari dan bulan, hewan, buah-buahan, warna, angka, dan nama-nama anggota keluarga mereka. Agar anak-anak lebih mudah menghafal, triknya adalah dengan menggunakan nyanyian, salah satunya seperti contoh berikut,

One and one, i love my mother
Two and two, i love my father
Three and three, i love brother sister
One, two, and three, i love my family.

Sebagai gantinya, anak-anak juga mengajari kami bahasa Sangir. Ini yang paling dihafal, “Ia mapulu sikau” jawabnya “Ia mapulu sikau lai” dijawab lagi “Ore Ore”, artinya “Saya sayang sama kamu” jawabnya “Saya juga sayang kamu” dijawab lagi “Hore-hore (ungkapan senang)”. Tentunya masih banyak kosa kata lain yang tidak bisa saya cantumkan di laporan ini.
Yang makin membuat kami kagum adalah semangat dan antusias anak-anak ini untuk belajar. Pagi hari mereka sekolah seperti biasa, sorenya ada PPA (pusat pengembangan anak) semacam mengaji alkitab dan belajar agama kristen, lalu malamnya belajar bahasa inggris. Walaupun belum pukul 19.00 WITA, mereka sudah memadati pondokan kami sedari pukul 18.00 WITA. “Mister-mister, miss-miss, good night”.

NGAJAR

Thank you Mister, Sekarang Jalan Pulang ke Rumah So Terang
Listrik di Sangihe sebagian besar berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), sebagian kecil yang lain berasal dari energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan beberapa turbin angin di puncak bukit. Boleh dikatakan rasio elektrifikasi di Sangihe masih rendah, masih banyak pulau-pulau kecil, seperti di Pulau Bebalang, yang baru bisa mengandalkan genset kampung, itupun hanya mensuplai listrik dari pukul 18.00 s.d 21.00 WITA (nanti ada cerita khususnya). Di Kampung Dagho sendiri walaupun sudah ada jaringan listrik dari PLN, hampir setiap hari ada pemadaman listrik barang 1 atau 2 jam, terutama saat waktu beban puncak. Walaupun demikian, di Kampung Dagho juga masih terdapat beberapa rumah yang letaknya di perbukitan belum terjangkau jaringan PLN. Pernah suatu malam, ketika sedang ada jadwal mengajar bahasa inggris, listrik padam. Kegiatan mengajar tetap kami lanjutkan dengan bantuan penerangan dari senter HP. Untungnya beberapa warga di sekitar SD turut berinisiatif meminjami kami senter dan emergency lamp. Setelah itu, kami mengantar anak-anak pulang ke rumah masing-masing. “Rumahnya masih jauh dek (sudah sekitar setengah jam kami jalan kaki menyusuri jalan di Lindongan 3 dan 4 yang jalannya cukup terjal)?” “Sebentar lagi Mister, rumah saya paling ujung di kaki bukit”. “Ore aro”.
Ada 4 anak yang letak rumahnya paling jauh di kaki bukit, ada Karunia, Ano, Ampe, dan Fety, tapi mereka selalu hadir. Sama saja kondisi jalan menuju rumah mereka di waktu mati listrik ataupun tidak. Sama-sama gelap. Untuk memberikan rasa aman, kami mengusulkan program untuk penerangan jalan menuju perbukitan dan ladang perkebunan di Lindongan 4 dan Lindongan 6. Konsep peneranga jalan yang kami rancang adalah lampu diletakkan di tengah jalan dengan menggunakan kawat dengan ditopang kayu/bambu pada dua sisi jalan. Penutup lampu dibuat dari seng mengkilat untuk melindungi dari air hujan serta memberikan pantulan cahaya yang maksimal. Agar pekerjaan ini efektif, maka kami menjelaskan dulu lalu memperagakan bagaimana cara memasang dengan konsep yang kami usulkan. Salah satu kriteria dimana program penerangan jalan ini dianggap berhasil adalah partisipasi aktif warga untuk ikut serta memasang lampu mulai dari menyiapkan bambu/kayu untuk tiang, merangkai lampu, cup, kabel, kawat, sampai hal-hal yang berhubungan dengan kelistrikan. Warga yang memiliki rumah terdekat dengan titik dimana lampu dipasang, tidak keberatan menanggung biaya listrik untuk penerangan jalan tersebut. “Mister-mister, sekarang jalan ke rumah saya so terang berkat lampu yang mister dan miss pasang, sekarang kami tidak takut lagi kalau pulang setelah belajar bahasa inggris. Terimakasih mister :D”

MASANG LAMPU
Melestarikan Lingkungan
Program pembinaan kelestarian lingkungan difokuskan pada pengelolaan/pemanfaatan limbah yang diawali dengan adanya penyuluhan sehingga warga dapat membedakan dan memilah jenis-jenis sampah seperti sampah organik, nonorganik, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Kampung Dagho belum memiliki manajemen pengelolaan sampah yang baik, karena masih banyak dijumpai warga yang membuang sampah ke sungai maupun ke laut. Pada penyuluhan tersebut warga mendapatkan informasi mengenai akibat buruk yang ditimbulkan baik dari sisi kesehatan, lingkungan, serta sosial kemasyarakatan. Luaran lain dari kegiatan pengelolaan/pemanfaatan limbah ini adalah warga yang hadir memiliki kesadaran untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai atauapun laut, mampu memilah sampah pada rumah tangga masing-masing, dapat mendaur ulang dan memanfaatkannya menjadi nilai tambah, serta bisa mengajak tetangga-tetangga lainnya untuk menjaga kelestarian lingkungan kampung Dagho.

STOP BUANG SAMPAHH KE LAUT

Membuat Kompos
Program pembinaan teknis pemupukan/pembuatan pupuk difokuskan pada pembuatan kompos dari limbah hasil perkebunan dan campuran material yang mudah didapatkan di sekitar kampung. Limbah hasil perkebunan dan campuran material yang dimanfaatkan untuk menjadi kompos adalah hamisang (tanah ampas sagu), serbuk kayu gergaji/singso, serabut kelapa tua yang telah dipotong kecil-kecil, dan pasir laut. Masing-masing bahan tersebut dicampur dengan komposisi sama. Kegiatan ini dibimbing oleh pamong tani kampung Dagho dengan diikuti oleh ibu-ibu PKK serta anak-anak murid bahasa inggris kami. Pada kegiatan ini kami juga menyediakan polybag yang siap digunakan untuk menampung pupuk kompos yang nantinya akan ditanami bibit rica (cabai), sayur-sayuran dan tanaman obat dan diletakkan di halaman rumah masing-masing. Dari kegiatan tersebut diharapkan mereka mampu mempraktekan di rumah masing-masing serta menginspirasi tetangga-tetangga lainnya.

BUAT PUPUK

Kepada Sang Merah Putih, Hormat Grakk
Ada satu lagi pengalaman luar biasa yang kami rasakan yaitu saat memperingati HUT kemerdekaan RI yang ke 69. Ada perasaan yang berbeda, perasaan haru tapi juga senang bisa mengibarkan dan hormat kepada sang merah putih saat upacara bendera memperingati hari proklamasi bersama-sama dengan warga di pulau perbatasan. Setelah hampir 5 tahun tidak ada upacara bendera, melalui musayawarah dengan perangkat kampung dan tokoh masyarakat setempat, kami ditunjuk sebagai petugas upacara.

Indonesia raya, merdeka-merdeka
Tanahku Negriku yang kucinta
Indonesia raya merdeka-merdeka
Hiduplah Indonesia raya

UPACARA

Selain itu kami juga menjadi koordinator lomba-lomba untuk memeriahkan perayaan HUT RI yang ke-69 tersebut. Ada lomba untuk anak-anak seperti lomba balap kelereng dengan sendok di mulut, lomba goyang kertas di pipi, lomba pukul air, lomba memasukkan pena dalam botol, dan yang paling diminati oleh anak-anak sana adalah lomba bola tondo, semacam balapan menggiring ban luar sepeda motor. Ada juga lomba untuk ibu-ibu berupa memasukkan pena dalam botol dan lomba balapan membawa balon secara berpasangan dengan menggunakan kepala. Sedangkan untuk para pemuda dan bapak-bapak ada lomba rally motor pelan, yang paling pelan dan tidak menapakkan kaki yang menang, dan puncaknya adalah lomba panjat pinang, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang yang diberi kesempatan selama 5 menit untuk mengambil hadiah-hadiah yang digantungkan pada pinang berlumuran oli.

PANJAT PINANGLOMBA MOTOR PELAN

Potensi dan Ancaman
Berbicara tentang potensi, Kabupaten Kepulauan Sangihe bagaikan mutiara yang masih terpendam di dasar laut. Mulai dari potensi perikanan berupa ikan cakalang, roa, potensi perkebunan berupa cengkeh, pala, sagu, kelapa, juga potensi pariwisata berupa air terjun, pegunungan, wisata bawah laut, dan yang tidak kalah menarik juga potensi wisata budaya serta adat istiadat masyarakat Kepulauan Sangihe seperti upacara adat Tulude, musik bambu, tagonggong, dan masamper . Jika potensi itu mendapat dukungan secara serius baik dari pemda maupun pemerintah pusat melalui perbaikan infrastruktur serta sarana prasarana pendukung lainnya, maka ke depan Kabupaten Kepulauan Sangihe bisa dengan cepat meningkatkan pendapatan daerah sekaligus mensejahterakan kehidupan masyarakatnya.
“Brenti jo bagate !”. Slogan tadi artinya “berhentilah minum-minuman keras”, dan dapat kita temui di beberapa titik di Kota Tahuna, ibukota kabupaten Kepulauan Sangihe. Miras memang sudah seperti budaya di Sangihe. Setiap ada pesta ataupun kumpul-kumpul warga sangat mudah kita temui “cap tikus”, salah satu nama miras yang sangat populer di sana. Begitupun di Kampung Dagho dan 3 kampung subunit kami yang lain, kehidupan laki-laki dewasa hampir tidak lepas dari minuman CT ini. Konon katanya gara-gara CT ini banyak keluarga yang broken home dan berbagai keributan lainnya. CT menjadi ancaman serius yang akan menghambat kemajuan Kabupaten Kepulauan Sangihe karena akan merusak generasi mudanya. Perlu keseriusan baik dari pemerintah desa, tokoh masyarakat, pemerintah kecamatan, serta pemerintah kabupaten dalam mengontrol peredaran CT.

Kesimpulan dan Saran

Hidup di tengah-tengah masyarakat dalam rangka KKN PPM merupakan pengalaman luar biasa yang saya dapatkan, di tambah lagi berbagai pengalaman unik, menarik, keramahan masayarakat, serta suguhan panorama alam yang masih lestari seolah menjadi pelangi yang mewarnai hari-hari selama berada di Kepulauan Sangihe. KKN PPM UGM periode 2014 di Kepulauan Sangihe ini memang yang pertama, tentu masih banyak banyak berbagai kendala yang dihadapi terutama dari minimnya informasi-informasi yang didapat sebelumnya dan proses adaptasi yang terbilang cukup lama. Melalui MoU yang telah disepakati antara UGM dan Pemda selama beberapa tahun ke depan, harapannya KKN PPM selanjutnya di Kepulauan Sangihe bisa lebih maksimal dan bisa menjadi teladan proses pemberdayaan masyarakat pulau terluar melalui pengembangan berbagai sumber daya alam yang dimilikinya. Sekali lagi saya tegaskan bahwa Indonesia bukan hanya Jawa, karena sebagai negara kepulauan, Indonesia sejatinya memiliki mutiara-mutiara yang masih terpendam di dasar lautan sana.

ABIS UPACARA

Leave a comment