Memaknai Al-Kawtsar (Nikmat yang Banyak)

Surah ini bagi sebagian besar orang sudah sangat familiar, bahkan hafal di luar kepala atau malah menjadi salah satu bacaan favorit saat sholat. Ketika kita mencoba mencari arti dari nama surah ini, maka kebanyakan mushaf-mushaf mengartikannya sebagai nikmat yang banyak. Terlalu sulit bagi kita untuk mengelak bahwa udara yang kita hirup setiap detiknya, nikmat penglihatan, nikmat pendengaran, nikmat mampu berbicara, nikmat mampu merasakan, nikmat mampu bergerak dan  tumbuh kembang dari ketika bayi hingga sebesar ini adalah secuil dari nikmat yang Allah karuniakan kepada manusia. Mari sedikit menyelami lebih dalam surah ini. 

Tafsir Al-Kawtsar

Tertulis di dalam tafsir ibnu katsir bahwa Imam Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., ia berkata : “Ketika Rasulullah Saw. bersama kami di dalam Masjid, beliau tertidur ringan. Tiba-tiba Beliau mengangkat kepala Nya dan tersenyum. Kami bertanya, “Apa yang membuat Anda tersenyum ya Rasulullah ?” Beliau menjawab, “Baru saja diturunkan satu surat kepadaku.” Beliau kemudian membacakan : “Bismillahirrahmanirrahim. Innaa a’thaynaakal kawtsar. Fashalli lirabbika wanhar. Inna syaani’aka huwal abtar. (Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus). “Beliau bertanya, “Tahukah kalian, apa al-kawtsar itu ?” Kami katakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Itu adalah sungai di surga yang dijanjikan Tuhanku kepadaku. Disana ada banyak kebaikan, yaitu mata air yang akan didatangi umatku pada hari kiamat kelak. Gayungnya sebanyak bintang di langit. Ada seorang hamba dari mereka dihalau dari sana. Aku lalu berkata, “Wahai Tuhan, ia itu termasuk umatku.” Maka Dia (Allah) berfirman, Engkau tidak tahu apa yang ia lakukan sepeninggalmu.” (H.R Imam Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i)

Menurut Sayyid Quthb Rahimahullah dalam tafsir fii dzilal al-quran, dalam surat ini Allah hendak menghilangkan kesedihan hati Rasulullah dan menjanjikan kebaikan untuk beliau, mengancam musuh-musuh beliau dengan keterputusan dan mengarahkan beliau untuk menempuh jalan kesyukuran. Di kisahkan bahwa diantara pembesar-pembesar Quraisy yang membenci Rasulullah melakukan tipu daya, penghinaan terhadap Rasulullah, tujuannya agar menjauhkan masyarakat Quraisy dari da’wah beliau. Mereka itu adalah Al-Ash bi wa-il, Uqbah bin Abi Mu’ith, Abu Lahab dan Abu Jahal. Mereka mengejek dan menghina beliau sebagai orang yang terputus keturunannya, karena anak-anak beliau yang laki meninggal semua di usia yang masih kecil. Dari keturunan Khadijah binti khuwailid Abdullah dan Qosim, sedangkan Ibrahim berasal dari Maria Al-Qibthi. Al-Ash bin wa-il mengakatakan “Biarkan/tinggalkan saja Muhammad,karena dia adalah orang yang terputus keturunannya, jika dia mati, maka terputuslah penyebutannya. Di kalangan orang Arab, seorang yang terputus keturunannya di sebut Abtar. Abtar bisa juga untuk sebutan orang yang terputus dari nikmat Allah, terputus penyebutannya.

Memetik Hikmah Al-Kawtsar

Setiap dari kita pasti pernah mengalami masalah, merasa kecewa, sedih dan terpuruk, tapi yakinlah bahwa cobaan yang Allah ujikan kepada Nabi Ayub ‘Alaihisssalam jauh berlipat lipat lebih berat ketimbang ujian yang menimpa manusia setelahnya, pun kita mungkin belum pernah merasakan lemparan batu bertubi-tubi sambil diteriaki sebagai orang gila sebagaimana fase permulaan dakwah Rasulullah Shallallohu alaihi wasallam menyeru pada jalan kebenaran. Maka jangan lelahkan dengan berkeluh kesah atas ujian yang sedang menimpa diri kita, tapi lihatlah bahwa begitu banyak nikmat Allah yang sering kali luput dari kesadaran kita, nikmat sehat jasmani, kelengkapan panca indera, dan yang terlebih amat berharga adalah nikmat islam dan iman.

Saya ada sedikit cerita, bagi kamu yang sering lewat daerah UGM Yogyakarta, mungkin kamu pernah melihat seorang Bapak dengan memikul barang dagangannya di kepala sambil memegangi tongkat penunjuk jalannya. Bapak itu bernama Pak Suwaji, usianya 55 tahun, tinggal di Sewon, jalan Prangtritis, Bantul. Dengan kondisi fisiknya yang tidak bisa melihat, setiap hari beliau memanggul barang dagangannya yaitu keset, kemoceng, dan  kain lap dengan berjalan kaki  menyususri jalanan kota Jogja. Hal tersebut sudah dilakukan Pak Suwaji selama bertahun-tahun sebagai sarana ikhtiar menghidupi keenam anaknya. Saat ditanya alasan mengapa Beliau tetap keluar rumah menyusuri jalan hanya dengan bantuan tongkat untuk menawarkan dagangannya, Beliau menjawab sederhana, “Saya ndak mau menyusahkan orang lain”.

Yang tidak kalah menarik untuk kita refleksikan adalah, Pak Suwaji selalu rutin melaksanakan sholat dhuhur di Masjid Kampus UGM dan sholat ashar di masjid Mardhiyah dekat RSUP dr. Sardjito. Kondisinya yang kehilangan penglihatan tak menghalanginya untuk tertib melangkahkann kaki ke masjid saat mendengar kumandang adzan.Pak Suwaji

Rasa syukur tidak cukup hanya diucapkan, melainkan perlu pembuktian dengan beramal. Sebagaimana perintah pada ayat ke dua suarat Al—Kauwtsar, bahwa Kami telah memberimu banyak kebaikan di dunia dan akhirat, maka ikhlaskanlah sholatmu karena Tuhanmu, sholat fardhu maupun sholat sunnah. Demikian juga, (ikhlaskanlah) qurbanmu. Sembahlah Dia, Tuhan yang tidak pernah punya sekutu. Sembelihlah qurbanmu dengan menyebut nama-Nya yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Ini sebagaimana firman-Nya : 

“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan Semesta alam.” (Al-An’am:162)

Adapun pelajaran yang bisa kita ambil dari ayat ke tiga surat Al-Kawtsar ini adalah senantiasa berprasangka baik kepada Allah dan optimis dalam menghadapi segala ujian yang Allah cobakan. Jangan pernah berputus asa dari rahmat / kasih sayang Allah. Laa tahzan, innallohu ma’ana (Jangan bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita) ^_^

Leave a comment